Langsung ke konten utama

Biografi Pendiri Museum


P. Piet Petu, SVD (Sareng Oring Bao)

Pendidikan dan Pengabdian

Lahir di Nita, Kabupaten Sikka (Flores), pada tanggal 03 Februari 1919 dengan menyandang nama Marga Sareng Orinbao. Sekolah Rakyat (SR) di Alok/Maumere (1929 –1931), Standaarschool di Lela, Kabupaten Sikka (1932 –1935), Seminari Menengah di Mataloko, Kabupaten Ngada – Flores (1936–1942), Novisiat SVD di Ledalero, Kabupaten Sikka (1943–1944), Studi Filsafat dan Teologi di Ledalero (1945–1951), Studi Sejarah di Jakarta (1952–1954) hingga mendapat gelar B1 Sejarah, Kursus Spiritualitas di Nemi, Roma (1961–1962) dimana beliau menulis draft buku Nusa Nipa atas permintaan Konggregasi, Studi Bahasa Jerman di Munchen, Jerman (1962–1963).

Kaul  Pertama  dalam  SVD  diikrarkan  di  Mataloko pada tahun 1944 setelah diusir dari Ledalero oleh Jepang selama masa Perang Dunia II; ditahbiskan menjadi IMAM di Gereja Paroki St. Mikhael Nita pada tahun 1951; Guru di Seminari  San  Dominggo  Hokeng,  Flores  Timur  (1951 –1952);  Direktur  PGSLP  Sejarah  di  Ende  (1959  –  1961); Guru / Dosen di beberapa Sekolah di kota Ende (1963-1979): SMA Muhamadiah, SMA Mutmainah, SMA Taruna Vidya, SMEA Negeri, Fakultas Hukum dan  FKIP Universitas UNDANA Cabang Ende; Tahun 1980 – 1994 menjadi  Dosen  di   STFTK  Ledalero  untuk   matakuliah Sejarah Gereja dan Antropologi Budaya; Tahun 1983 – 1998 menjadi Pendiri dan Kepala Museum BIKON BLEWUT Ledalero hingga dibebastugaskan oleh Provinsial SVD Ende pada tanggal 12 Oktober 1998 melalui SK Provinsial No.1087/PE – 4/LED-1/1998.

Pesta Perak Imamat (25 tahun) dirayakan di Ende dan Nita pada tahun 1976; Pancawindu Imamat (40 tahun) dirayakan di Ledalero pada tahun 1991; Pesta Emas Imamat (50 tahun) dirayakan di Ledalero pada 8 September 2001.

Setelah berjasa untuk Gereja (Serikat Sabda Allah) dan Bangsa, akhirnya beliau dipanggil oleh Tuhan pada tanggal 24 November 2001 dan disemayamkan di pekuburan Seminari Tinggi Ledalero. 

Karya Tulis Ilmiah

Yang ada saat ini:

  1. Sareng  Orinbao,  NUSA  NIPA:  Budaya  Ular  Pulau Flores. Ende: Nusa Indah, 1965.
  2.  Sareng  Orinbao, Tata Berladang  Tradisional  dan Pertanian Rasional Suku Bangsa Lio. Ledalero: 1992.
  3. Sareng Orinbao, Seni Tenun: Suatu Segi Kebudayaan Orang Flores. Ledalero: 1992.
  4. Sareng Orinbao, Ensiklopedi Mini Bahasa dan Budaya Sikka – Krowe. Maumere: 2003.
  5. Petu Piet. Ngawung Gung: Inventarisasi Harta Kekayaan Kerajaan Nita (Diktat Marga da Silva Nita).
  6. Petu  Piet.  Perkawinan  Inkulturatif    Lingkup  Budaya Sikka (Diktat).
  7. Petu Piet. Sejarah Kepahlawan Teka – Iku (Diktat).
  8. Petu   Piet.   Sejarah   dan   Keturunan  Kerajaan  Sikka (Diktat).

Yang Hilang / Disimpan di Tempat Lain: 

  1. Buku Bunga Mawar di Filipina
  2. Buku Bunda Surgawi
  3. Buku SEGAN RAMAH UNTUK PEMBINAAN KAUM GADIS
  4.  Buku SARI REMAJA UNTUK PEMBINAAN KAUM MUDA 
  5.  Buku NARUK BOA JOANG (Terjemahan Injil Mateus, Lukas, dan Markus, ke dalam Bahasa Sikka).
  6. Buku Dwibahasa LATIN – INDONESIA
  7. Buku CERMIN PENDIDIKAN BAGI KAUM BAPAK DAN IBU
  8. Buku Profil SEJARAH SERIKAT SABDA ALLAH
  9. Buku BUNDA MARIA MADONA SIKKA

Karya Penelitian

  1.  Pada  tahun  1979-1980 meneliti  sistem  kebudayaan dan sosial - kemasyarakatan suku bangsa Lio berpusat di  Wonda dengan landasan mitologi Ibu  Padi (Ine Pare) dan skema pembunuhannya di Keli – Ndota hingga menghasilkan buku Tata Berladang Tradisional dan Pertanian Rasional Suku Bangsa Lio.
  2. Pada tahun 1980 – 1981 mengadakan studi – banding tentang arti dan motif  serta ragam hias tenun – ikat di seluruh NTT dan Indonesia, hingga menghasilkan buku Seni Tenun: Suatu Segi Kebudayaan Orang Flores.
  3. Pada tahun 1982 – 1984 mengoleksi alat–alat kultural suku bangsa Sikka dan Krowe khususnya fungsi gading dan harta pusaka lainnya yang  melambangkan harkat dan martabat perempuan dalam relasi kekerabatan dengan kaum laki–laki.
  4. Pada tanggal 9 – 11 Juli 1997, beliau memimpin Tim Ekspedisi yang beranggotakan P. Ansel Doredae SVD dan Bapak Alo Muga (pemandu lokal) serta Frans Medo (desainer) untuk menemukan fosil skeleton manusia raksasa (mythical gigantic skeleton) di  Lia Natanio, Boawae, Kabupaten Nagekeo. Fosil ini terletak hanya sejauh 12 km dari lokasi penggalian fosil gajah Stegodon Florensis oleh Verhoeven tahun1956. Tim ini coba mencari hubungan historis antara kedua fosil tersebut.

Tanda Penghargaan

  1. Pada tanggal 20 Desember 1974, Pater Piet Petu SVD menerima Piagam Penghargaan dari Gubernur NTT, Bapak El Tari, atas jasanya di bidang pembangunan sosial.
  2. Pada tahun 1993, Pater Piet Petu SVD dinobatkan oleh University of Sydney, Australia, sebagai ahli linguistik aliran fungsionalisme – struktural dari kawasan Asia – Pasifik, setelah buku NUSA NIPA menjadi text – book untuk mata kuliah antropologi budaya dan sosial. 

Editor: Jefron Hikon

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Napak Tilas Berdirinya Museum Bikon-Blewut

  Dr. Theodor Lambertus Verhoeven, SVD [1] : Mastermind Penemuan Kebudayaan Purba Flores   P.  Verhoeven , SVD dalam salah satu kegiatan penggaliannya di Liang Bua Theodor Lambertus Verhoeven lahir di Uden, Belanda, pada tanggal 17 September 1907 dari rahim Ibu yang bernama Johana Maria Vogels dan Ayah yang bernama Petrus Verhoeven. Verhoeven belajar Sejarah Bahasa – Bahasa Klasik dan Arkeologi di Universitas Utrecht, Belanda. Ketika belajar di Universitas Utrecht itu dia terlibat dalam tim ekskavasi ke Italia selama beberapa bulan untuk menggali bekas kota Pompeii dan Herculanum yang terkubur oleh abu vulkanik letusan Gunung Vesuvius. Pada tahun 1948, Verhoeven memperoleh gelar Doktor Etno-linguistik di bawah bimbingan Prof. Hendrik Wagenwoort. Pada tahun 1949, Verhoeven SVD dan beberapa temannya dikirim oleh Kongregasinya SVD menjadi misionaris di Flores, Indonesia, dimana dia menjadi guru di Seminari Menengah Mataloko, Kabupaten Ngada, dan melakukan ekskavasi (penggalian) gua –

Kategori Hasil - Hasil Penemuan/ Penggalian Fosil dan Artefak Budaya Purba Flores

Hasil penggalian fosil dan artefak budaya Flores dikategorikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut: Artefak Kebudayaan Neolithicum (Zaman Batu Muda) Flores Sejak tahun 1950, Dr. Verhoeven berhasil mengumpulkan 150 buah kapak dan beberapa alat neolithis yang lain. Alat- alat kebudayaan neolithis ini diperoleh dari tangan penduduk lokal di Flores dan juga ditemukan pada bekas-bekas kampung lama. Kapak-kapak tersebut dapat digolongkan ke dalam beberapa tipe: (a) Kapak persegi-panjang (tipe Jawa), (b) Kapak lonjong (tipe Papua), (c) Kapak berpunggung atas atau dakvorming (tipe Seram), (d) Kapak berbentuk campuran. Tipe kapak yang paling banyak ditemukan adalah kapak persegi-panjang (tipe Jawa), walaupun ada juga sejumlah kecil kapak lonjong (tipe Papua). Kapak-kapak tipe Jawa dan Papua ini ditemukan di wilayah Timur pulau Flores. Hal ini menunjukkan bahwa “pulau Flores berada di daerah pertemuan unsur-unsur Barat dan Timur dari era Neolithicum Indonesia.” Dan berhubung hingga saat ini