Langsung ke konten utama

Sekapur Sirih

 Oleh P. Frans Ceunfin SVD (Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero)


P. Frans Ceunfin, SVD (Rektor)

Museum Bikon Blewut  ini sungguh – sungguh milik Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero dan didirikan melalui Surat Keputusan Rektor No. 012/SK/LED/VII/83 tertanggal 05 Juli 1983. Segala kekayaan nilai budaya dan sejarah serta ilmu pengetahuan yang terkandung di dalam koleksi–koleksi museum ini merupakan hasil karya akademis dan ekskavasi arkeologis dari para misionaris SVD perdana asal Belanda (Dr. Verhoeven SVD dkk.) dan para Imam SVD pemerhati budaya dan sejarah serta ilmu hingga saat ini.

Berhubung  museum  ini  berisikan  koleksi–koleksi yang mengandung kekayaan nilai budaya dan sejarah serta ilmu pengetahuan, maka hingga akhir tahun 2017 museum Bikon Blewut telah menyedot jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 50.316 orang, baik wisatawan domestik (32.115) maupun  wisatawan  mancanegara  (18.201).  Yang  menarik ialah bahwa ternyata museum ini telah menjadi sumber pembelajaran bagi para siswa dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dengan jumlah kunjungan sebanyak 98% dari jumlah kunjungan wisatawan domestik, belum terhitung para mahasiswa dan peneliti sosial – budaya.

Oleh sebab itu atas nama Dewan Pimpinan Seminari Tinggi,  saya  menyambut baik  kehadiran BUKU PROFIL MUSEUM BIKON BLEWUT ini sebagai  salah satu bentuk pengabdian dan pelayanan Seminari bagi masyarakat pada umumnya dan   teristimewa bagi generasi muda penerus bangsa dan Gereja, untuk bisa menyimak hikmah dari kepurbakalaan manusia dan kebudayaan Indonesia di Flores.


Selamat mengunjungi Museum Bikon Blewut Ledalero.


Ledalero, 8 Januari 2018





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Napak Tilas Berdirinya Museum Bikon-Blewut

  Dr. Theodor Lambertus Verhoeven, SVD [1] : Mastermind Penemuan Kebudayaan Purba Flores   P.  Verhoeven , SVD dalam salah satu kegiatan penggaliannya di Liang Bua Theodor Lambertus Verhoeven lahir di Uden, Belanda, pada tanggal 17 September 1907 dari rahim Ibu yang bernama Johana Maria Vogels dan Ayah yang bernama Petrus Verhoeven. Verhoeven belajar Sejarah Bahasa – Bahasa Klasik dan Arkeologi di Universitas Utrecht, Belanda. Ketika belajar di Universitas Utrecht itu dia terlibat dalam tim ekskavasi ke Italia selama beberapa bulan untuk menggali bekas kota Pompeii dan Herculanum yang terkubur oleh abu vulkanik letusan Gunung Vesuvius. Pada tahun 1948, Verhoeven memperoleh gelar Doktor Etno-linguistik di bawah bimbingan Prof. Hendrik Wagenwoort. Pada tahun 1949, Verhoeven SVD dan beberapa temannya dikirim oleh Kongregasinya SVD menjadi misionaris di Flores, Indonesia, dimana dia menjadi guru di Seminari Menengah Mataloko, Kabupaten Ngada, dan melakukan ekskavasi (pen...

Misteri Manusia Purba Flores (Homo Floresiensis)

    Kerangka Manusia Purba Flores S eorang pastor Katolik asal Belanda, Theodor Verhoeven, SVD, yang mengajar di Seminari Menengah Mataloko (1949-1966), Kabupaten Ngada, telah melakukan penelitian lapangan dan ekskavasi (penggalian) beberapa lapisan tanah berbatu di hampir seluruh daratan Flores (dari Flores Timur hingga Flores Barat). Bersama tim ekspedisinya, Theodor Verhoeven menemukan fosil gajah purba jenis Stegodon pada tahun 1956 di Ola Bula, Mata Menge, Kabupaten Ngada, yang berusia 400.000 tahun. Hasil penemuannya ini mematahkan Teori Wallace Line, yang mengatakan bahwa daratan Indonesia Timur, termasuk Flores, tidak pernah bergabung dengan pulau-pulau lain di Indonesia Barat pada zaman glacial atau zaman es yang terjadi sekitar 19.000 tahun yang lampau. Menurut Verhoeven, pada zaman glacial terjadi penurunan air laut akibat meluasnya wilayah yang tertutup es di Kutub Utara dan Kutub Selatan, sehingga terjadi proses migrasi manusia dan fauna secara dua arah, bai...

Kategori Hasil - Hasil Penemuan/ Penggalian Fosil dan Artefak Budaya Purba Flores

Hasil penggalian fosil dan artefak budaya Flores dikategorikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut: Artefak Kebudayaan Neolithicum (Zaman Batu Muda) Flores Sejak tahun 1950, Dr. Verhoeven berhasil mengumpulkan 150 buah kapak dan beberapa alat neolithis yang lain. Alat- alat kebudayaan neolithis ini diperoleh dari tangan penduduk lokal di Flores dan juga ditemukan pada bekas-bekas kampung lama. Kapak-kapak tersebut dapat digolongkan ke dalam beberapa tipe: (a) Kapak persegi-panjang (tipe Jawa), (b) Kapak lonjong (tipe Papua), (c) Kapak berpunggung atas atau dakvorming (tipe Seram), (d) Kapak berbentuk campuran. Tipe kapak yang paling banyak ditemukan adalah kapak persegi-panjang (tipe Jawa), walaupun ada juga sejumlah kecil kapak lonjong (tipe Papua). Kapak-kapak tipe Jawa dan Papua ini ditemukan di wilayah Timur pulau Flores. Hal ini menunjukkan bahwa “pulau Flores berada di daerah pertemuan unsur-unsur Barat dan Timur dari era Neolithicum Indonesia.” Dan berhubung hingga saat ini ...